
Chanelnusantara.com – Batam | Aktivitas cut and fill di kawasan Jalan S. Parman, Piayu Laut, Kecamatan Sei Beduk, Kota Batam, kembali menjadi sorotan publik. Kegiatan pengerukan dan penimbunan tanah di area yang berdekatan dengan kawasan pesisir dan hutan mangrove itu diduga dilakukan tanpa izin resmi.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Hasil pantauan lapangan pada Sabtu (25/10/2025) menunjukkan sejumlah alat berat jenis excavator (beko) bekerja aktif meratakan bukit. Puluhan truk tronton terlihat keluar-masuk area membawa material tanah menuju pesisir, diduga untuk menimbun lahan yang sebelumnya ditumbuhi vegetasi mangrove.
Di akses masuk lokasi, dua orang penjaga terlihat mengatur arus kendaraan proyek dan menyebut kegiatan tersebut dikelola oleh seorang pria ber inisial S, yang mana pada saat awak media tiba dilokasi, S baru meninggalkan lokasi.
Sebagaimana diketahui, kawasan mangrove Piayu Laut selama ini berfungsi vital sebagai penahan abrasi, penyaring alami limbah, dan habitat biota laut seperti ikan dan kepiting yang menjadi sumber penghidupan masyarakat setempat.
Aktivitas penimbunan lahan di area ini tidak hanya menghilangkan vegetasi pelindung, tetapi juga mengganggu keseimbangan ekosistem pesisir dan meningkatkan risiko banjir rob serta pencemaran air laut.
“Kami tidak menolak pembangunan, tapi jangan sampai merusak mangrove. Ini pelindung kampung kami dari banjir,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Warga mendesak agar pemerintah turun tangan dan menghentikan aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan pesisir Batam, mengingat dampaknya bukan hanya ekologis, tetapi juga sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), setiap kegiatan pembangunan yang berpotensi menimbulkan dampak besar terhadap lingkungan wajib memiliki izin lingkungan serta dokumen AMDAL atau UKL-UPL yang telah disahkan oleh instansi berwenang.
Pasal 109 UU PPLH secara tegas menyebutkan:
“Setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan tanpa izin lingkungan dipidana dengan penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.”
Selain itu, Peraturan Menteri LHK Nomor 4 Tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki AMDAL, UKL-UPL, atau SPPL, menegaskan bahwa kegiatan cut and fill, termasuk penimbunan dan perubahan bentang alam, memerlukan persetujuan teknis, pengawasan lingkungan, dan izin pemanfaatan ruang.
Lebih lanjut, jika proyek tersebut dilakukan di kawasan pesisir atau sempadan sungai, maka berpotensi melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 jo. PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penataan Ruang, serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo. UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pasal 35 huruf e UU 27/2007 dengan tegas melarang setiap orang melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem mangrove dan pesisir tanpa izin pemanfaatan ruang laut dari pemerintah.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenai sanksi administratif, penghentian kegiatan, hingga pidana lingkungan.
Pemerintah Kota Batam melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), BP Batam, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) diminta segera menurunkan tim verifikasi lapangan untuk memastikan status legalitas proyek dan kesesuaiannya dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Batam.
Langkah peninjauan dan penertiban menjadi krusial agar kegiatan pembangunan tidak mengorbankan fungsi ekologis hutan mangrove yang tersisa di Piayu Laut, salah satu kawasan pesisir penting yang kini kian tertekan oleh ekspansi lahan.
Apabila terbukti proyek tersebut dilakukan tanpa izin lingkungan dan persetujuan tata ruang, maka aparat penegak hukum, baik dari Gakkum KLHK, Polairud Polda Kepri, maupun Ditreskrimsus, dapat menindaklanjuti sesuai ketentuan Pasal 98 dan 99 UU 32/2009 yang mengatur ancaman pidana bagi pelaku perusakan lingkungan hidup.
Pembangunan memang penting, namun harus dijalankan tanpa mengorbankan keberlanjutan lingkungan dan keselamatan masyarakat.
Jika praktik cut and fill ilegal ini dibiarkan, maka bukan hanya keindahan alam yang hilang, melainkan masa depan ekologis Batam dan kehidupan masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup pada laut yang terancam. | Tim.



