
Chanelnusantara.com – Batam | Aktivitas blasting (peledakan dan pembersihan permukaan logam) di area industri PT. Mandiri Berjaya Shipbuilding (MBS), Tanjung Uncang, Kota Batam, menuai keluhan serius dari masyarakat pesisir, terutama para nelayan yang tinggal di sekitar lokasi.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Dari penuturan warga, setiap kali perusahaan melakukan blasting, debu halus beterbangan ke permukiman hingga masuk ke rumah-rumah penduduk. Kondisi ini telah berlangsung lama tanpa adanya langkah pencegahan yang nyata dari pihak perusahaan.
Asap dan debu hasil peledakan dinilai mencemari udara, merusak lingkungan sekitar, serta mengancam kesehatan warga.
“Kalau mereka blasting, debunya langsung masuk rumah. Lantai, meja, pakaian, semua penuh debu. Kami sesak napas dan anak-anak sering batuk,” ujar seorang nelayan yang tinggal di sekitar kawasan, Senin (1/8/2025).
Keluhan serupa juga disampaikan warga lainnya yang menyebut bahwa PT. MBS tidak menerapkan sistem pengendalian polusi udara sebagaimana mestinya. Seharusnya, kegiatan blasting dilengkapi water curtain (tirai air), sistem penyemprotan debu, atau penutup area blasting untuk mencegah debu beterbangan ke luar lokasi kerja.
“Mereka tidak pasang pengaman lingkungan. Kalau cuma kejar target produksi tapi tidak pikirkan warga, ini bentuk ketidakpedulian. Kami minta pemerintah turun tangan,” tegas warga lain dengan nada kesal.
Dampak Langsung terhadap Kesehatan dan Lingkungan
Akibat paparan debu secara terus-menerus, sejumlah warga mengaku mengalami gangguan pernapasan, batuk berkepanjangan, hingga iritasi mata dan kulit.
Anak-anak dan lansia menjadi kelompok yang paling terdampak. Aktivitas warga juga terganggu karena harus menutup ventilasi dan membersihkan rumah berkali-kali setiap hari.
Selain mengganggu kenyamanan, dampak polusi udara ini juga berpotensi menurunkan kualitas udara ambien di wilayah pesisir, mencemari perairan sekitar, serta merusak ekosistem laut yang menjadi sumber penghidupan nelayan.
Warga Desak DLH Batam dan Penegak Hukum Bertindak
Menanggapi kondisi tersebut, warga Tanjung Uncang mendesak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam untuk segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan uji kualitas udara di sekitar kawasan industri PT. MBS.
Warga meminta pemerintah mengkaji ulang izin lingkungan (UKL-UPL atau AMDAL) yang dimiliki perusahaan tersebut.
“Kami tidak menolak industri, tapi perusahaan harus bertanggung jawab. Jangan hanya ambil untung, tapi abai pada penderitaan warga yang tiap hari menghirup debu,” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.
Warga juga membuka kemungkinan menempuh jalur hukum, apabila pemerintah tidak segera bertindak.
Analisis Hukum dan Dasar Regulasi
Tindakan PT. MBS yang diduga menimbulkan pencemaran udara dan gangguan kesehatan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum lingkungan sebagaimana diatur dalam beberapa peraturan berikut:
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH):
Pasal 69 ayat (1) huruf e: Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Pasal 98 ayat (1): Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau kerusakan lingkungan yang menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia dapat dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar.
Pasal 109: Setiap orang yang melakukan usaha tanpa izin lingkungan dipidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan setiap kegiatan industri dengan potensi polusi udara memiliki sistem pengendalian emisi dan monitoring lingkungan berkala.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak – kegiatan industri seperti blasting wajib memastikan kadar debu dan partikulat tidak melebihi ambang batas yang diizinkan.
Jika terbukti lalai atau tidak menerapkan upaya pencegahan polusi, PT. MBS dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis, pembekuan izin, hingga pencabutan izin usaha, sebagaimana diatur dalam Pasal 76 UU No. 32/2009.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT. Mandiri Berjaya Shipbuilding maupun DLH Kota Batam belum memberikan pernyataan resmi terkait keluhan masyarakat.
Sementara itu, warga nelayan Tanjung Uncang menyatakan siap melibatkan lembaga hukum dan organisasi lingkungan untuk menuntut hak mereka atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 65 UU No. 32 Tahun 2009.
“Kami tidak akan diam. Kami berhak atas udara bersih dan lingkungan sehat. Kalau pemerintah tidak bertindak, kami akan laporkan resmi,” tutup perwakilan warga. | Tim.



