
Chanelnusantara.com – Batam | Dugaan bobroknya pengawasan Bea Cukai Batam kembali menjadi sorotan publik. Peredaran beras impor ilegal dan beras oplosan di Kota Batam semakin masif, seakan-akan wilayah ini menjadi “zona bebas” bagi mafia pangan.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Masyarakat pun bertanya-tanya: Apa sebenarnya yang diawasi Bea Cukai Batam selama ini?
Informasi di lapangan menunjukkan arus masuk beras impor dari Vietnam, Thailand, dan Kamboja diduga terus mengalir melalui sejumlah pelabuhan di Batam. Setelah itu, beras tersebut dialirkan ke gudang-gudang distributor lokal, lalu dikirim kembali ke berbagai daerah di Indonesia.
Alur ini menimbulkan kecurigaan kuat bahwa Batam kini telah menjadi salah satu pusat peredaran beras ilegal terbesar di Indonesia.
Aktivitas Gudang Mencurigakan, Pengawasan Hampir Tak Terlihat
Pantauan tim media selama beberapa pekan terakhir menemukan aktivitas bongkar muat yang sangat mencolok di beberapa gudang kawasan Pantai Stres, Batu Ampar. Truk box dan lori keluar masuk hampir setiap hari, menurunkan kontainer yang diduga kuat berisi beras impor tanpa izin.
Lebih mengherankan, distribusi berbagai merek beras impor dan oplosan berlangsung bebas tanpa ada pemeriksaan dari otoritas berwenang terutama Bea Cukai Batam, yang semestinya berada di garis terdepan pengawasan barang-barang impor.
Berulangnya aktivitas ini memunculkan dugaan bahwa sistem pengawasan Bea Cukai Batam tidak hanya lemah, tetapi berpotensi lumpuh total.
Beras Oplosan Tetap Marak, Petani Kian Terjepit
Praktik pengoplosan beras impor menjadi merek lokal masih terus disebut terjadi. Para pelaku memanfaatkan lemahnya pengawasan serta harga beras impor yang jauh lebih murah untuk meraup keuntungan besar.
Dampaknya, petani Indonesia semakin terpukul. Pasar domestik terancam dibanjiri produk ilegal murah yang merusak harga gabah dan mengancam ketahanan pangan nasional.
Potensi Pelanggaran Hukum yang Berat
Jika benar terjadi, para pelaku penyelundupan dan pengoplosan beras berpotensi melanggar sejumlah undang-undang penting, antara lain:
UU Kepabeanan No. 17 Tahun 2006
UU Pangan No. 18 Tahun 2012
UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 UU Perdagangan No. 7 Tahun 2014
Ancaman pidananya tidak main-main: 1 hingga 10 tahun penjara, serta denda miliaran rupiah. Kejahatan ini bukan sekadar pelanggaran ringan, tetapi murni kejahatan ekonomi yang merugikan negara, merusak pasar, dan membahayakan konsumen.
Kepala Bea Cukai Batam Bungkam, Publik Geram
Sampai berita ini dinaikkan, Kepala Bea Cukai Batam, Zaky Firmansyah, tidak memberikan jawaban apa pun atas upaya konfirmasi yang dilakukan tim media. Pesan, pertanyaan, dan permintaan klarifikasi tidak dibalas sama sekali.
Sikap bungkam ini menimbulkan tanda tanya besar:
Mengapa Kepala Bea Cukai Batam menghindar dari persoalan serius yang menyangkut kepentingan publik dan stabilitas pangan nasional?
Kontradiksi dengan Program Swasembada dan Ketahanan Pangan Nasional
Di sisi lain, pemerintah pusat kini gencar mendorong program ketahanan pangan dan stabilisasi harga beras nasional. Jika Batam benar menjadi pusat peredaran beras ilegal dan oplosan, kondisi ini jelas bertolak belakang dengan komitmen pemerintah dalam menjaga swasembada dan kedaulatan pangan.
Bagaimana mungkin negara berbicara tentang ketahanan pangan, apabila pintu masuk komoditas ilegal justru dibiarkan terbuka lebar?
Publik Desak Penertiban Total
Gelombang kritik masyarakat semakin menguat. Batam adalah wilayah strategis dan menjadi titik vital arus barang dari luar negeri. Jika pengawasannya tidak diperketat, bukan hanya pangan, tetapi berbagai komoditas ilegal lain bisa dengan mudah masuk dan beredar.
Publik mendesak Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, dan aparat penegak hukum untuk turun langsung melakukan operasi besar-besaran di Batam. Jika tidak, dugaan adanya mafia impor-ilegal yang memanfaatkan kelengahan aparat akan terus membesar.
Masyarakat kini menunggu Apakah negara akan bertindak, atau justru membiarkan persoalan ini menguap seperti kasus-kasus sebelumnya. | *



