
Chanelnusantara.com – Batam | Dugaan kasus kelalaian medis dan penelantaran pasien peserta BPJS Kesehatan kembali mencuat di Rumah Sakit Awal Bros Batam. Dian M. Simanjuntak, warga Batam, diduga tidak mendapatkan penanganan medis memadai setelah menjalani serangkaian operasi besar dan kini mengalami kebocoran usus.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar terkait komitmen rumah sakit terhadap kewajiban pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS.
Berdasarkan data yang dihimpun tim redaksi, Dian M. Simanjuntak sebelumnya menjalani 2 kali operasi di Rumah Sakit BP Batam (RSBP). Operasi pertama dilakukan pada 21 Agustus 2025 untuk pengangkatan kista kandungan. Namun beberapa hari setelah operasi, luka bekas jahitan membengkak dan mengeluarkan cairan tidak normal.
Melihat kondisi tersebut, tim dokter kemudian melakukan operasi ke 2 pada 1 Oktober 2025 untuk menangani luka terbuka di area perut bagian bawah. Meski tindakan kedua berhasil menghentikan infeksi awal, kondisi luka pasien justru memburuk pascaoperasi.
Sekitar 2 minggu setelah operasi ke 2, pasien kemudian dirujuk secara resmi ke RS Awal Bros Batam pada 20 Oktober 2025 untuk mendapatkan penanganan lanjutan spesialis bedah digestif. Namun, menurut keterangan keluarga, penanganan medis yang diharapkan tidak kunjung dilakukan.
“Di RS Awal Bros, istri saya hanya diperiksa sebentar. Dokter bilang belum perlu tindakan karena masih baru operasi, lalu kami disuruh pulang. Padahal luka sudah parah,” ujar Sentosa Lumban Batu, suami pasien, saat ditemui di Kantor DPC PJS Kota Batam, Kamis malam (30/10/2025).
Setelah dipulangkan, kondisi pasien semakin memburuk. Luka operasi yang seharusnya menutup justru menganga dari ulu hati hingga bagian atas pusar, bahkan diduga mengeluarkan feses dari luka terbuka.
Hal ini mengindikasikan kebocoran pada saluran pencernaan bagian bawah (usus), yang seharusnya menjadi kondisi darurat medis dan membutuhkan penanganan segera.
“Luka operasi istri saya terbuka lebar dan keluar kotoran dari bekas jahitan. Tapi dokter malah menyarankan dirawat di rumah. Tidak ada pengawasan, tidak ada perawatan lanjutan,” tutur Sentosa dengan nada kecewa.
Ironisnya, selama proses perawatan di rumah, keluarga pasien harus membeli sendiri perlengkapan medis untuk mengganti perban dan membersihkan luka. Tidak ada tindak lanjut dari rumah sakit, bahkan setiap kali keluarga mencoba menjadwalkan cek kondisi luka, pihak rumah sakit menunda-nunda jadwal dan meminta pembayaran tunai, meski pasien berstatus peserta BPJS aktif.
“Kami sudah bayar iuran BPJS setiap bulan. Tapi saat butuh pelayanan, justru disuruh bayar cash. Ini bentuk diskriminasi terhadap pasien BPJS,” tegas Sentosa dengan wajah geram.
Perlakuan tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak atas pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan tidak diskriminatif.
Selain itu, Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS mengatur bahwa fasilitas kesehatan wajib memberikan pelayanan kepada peserta tanpa penundaan, terutama dalam kondisi darurat atau pascaoperasi.
Lebih jauh, tindakan memulangkan pasien dengan luka terbuka dan risiko infeksi tinggi tanpa pendampingan medis dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit, sebagaimana diatur dalam Permenkes Nomor 47 Tahun 2018.
Aturan tersebut mewajibkan rumah sakit memberikan perawatan berkelanjutan hingga pasien dinyatakan stabil secara medis, termasuk dalam kasus pascaoperasi besar yang melibatkan organ vital seperti usus.
Pihak keluarga pasien berencana untuk melaporkan kasus ini secara resmi ke sejumlah lembaga, di antaranya Dinas Kesehatan Kota Batam, BPJS Kesehatan Cabang Batam, dan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kepulauan Riau, guna meminta investigasi dan tindakan tegas atas dugaan kelalaian ini.
“Kami tidak mencari sensasi, kami hanya menuntut keadilan dan tanggung jawab. Peserta BPJS juga manusia, bukan warga kelas dua. Jika rumah sakit lalai, harus ada sanksi,” tegas Sentosa.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak RS Awal Bros Batam belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan penelantaran pasien tersebut. Tim media telah berupaya melakukan konfirmasi ke pihak manajemen rumah sakit, namun belum memperoleh tanggapan hingga berita ini diterbitkan.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi seluruh fasilitas kesehatan agar tidak mengabaikan tanggung jawab moral dan hukum dalam memberikan layanan kepada pasien BPJS.
Setiap peserta jaminan kesehatan berhak mendapatkan perlakuan yang setara, terhormat, dan manusiawi, bukan sekadar angka dalam sistem administrasi medis. | PJS Batam.



