
Chanelnusantara.com – Jakarta | Pemerintah Provinsi NTT akan menetapkan aturan masuk sekolah pada pukul 05.00 WITA bagi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Atas kebijakan itu, Ketua Departemen Riset dan Kebijakan Publik PP Pemuda Katolik, Eduardo Edwin Ramda mempertanyakan landasan filosofis dari aturan tersebut.
“Apa yang menjadi landasan filosofis siswa masuk di waktu subuh? Sudahkah kebijakan ini melalui proses perumusan yang deliberatif dan science based? Tidak masuk akal meminta siswa masuk di waktu subuh hanya karena alasan kedisiplinan,” jelas Edu.
Edu juga berpendapat, semestinya social engineering terkait kedisiplinan siswa dilakukan dengan cara yang tidak memberatkan siswa dan keluarga.
“Sudahkah perumus kebijakan tahu sibuknya orang tua mempersiapkan anak sebelum berangkat sekolah? Lelahnya guru yang juga harus datang pada saat yang sama dengan usia yang tua apakah diperhitungkan? Pendisiplinan peserta didik sejatinya bukan soal jam belajar, lebih dari itu, social engineering pendisiplinan harus diikuti dengan pembenahan ekosistem pendidikan di daerah secara komprehensif,” tegas Edu.
Bersekolah di waktu subuh jika tidak diimbangi dengan kesiapan akan menimbulkan bahaya. Ada potensi kecelakaan lalu lintas jika peserta didik maupun guru masih mengantuk. Selain itu, secara aspek kesehatan, siswa butuh kualitas tidur yang mumpuni.
“Disaat negara maju memundurkan jam sekolah, ironisnya kita malah memajukan tanpa mempertimbangkan resiko kebijakan,” kata Edu.
Menurutnya, kebijakan pendisiplinan harus memperhatikan latas belakang sosiologis peserta didik.
“Di perkampungan, ada siswa yang membantu orang tuanya yang bertani, berdagang, maupun melaut. Apa yang akan terjadi jika siswa dipaksa masuk subuh ? ada potensi pendapatan keluarga yang mungkin terganggu karena harus melakukan penyesuaian,” kata Edu.
Alih-alih mengatur jam, Edu menyarankan Pemerintah Daerah untuk berfokus pada hal yang sifatnya esensial untuk membangun ekosistem pendidikan yang berdaya saing.
“Daripada berpolemik ihwal jam start belajar, pastikan dulu kualitas dan keteladanan pengajar, lalu sarana pendukung seperti ruang kelas, fasilitas digital, buku bacaan, hingga akses transportasi yang memadai untuk memudahkan peserta didik. Ini yang sejatinya menjadi kebutuhan primer peserta didik,” tambah Edu.
Kemudian, lanjut Edu, berniat mendisiplinkan siswa-siswi akibatnya muncul eksternalitas negatif yang merugikan peserta didik.
“Jangan sampai niat kita mendisiplinkan tapi muncul eksternalitas negatif yang merugikan peserta didik, sebab pendidikan berkualitas adalah amanat konstitusi dan itu tidak bisa ditawar atau di substitusi dengan pendekatan yang tidak esensial,” pungkas Edu. |*