Chanelnusantara.com – Tanjungpinang | Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Sufari, S.H., M.Hum., didampingi Aspidum Bayu Pramesti, S.H., M.H., Kasi Oharda, Kasi Teroris dan Lintas Negara, Kasi TPUL Kejati Kepri melaksanakan expose terhadap perkara pidana. Selasa (02/07/2024).
Expose perkara ini dilakukan secara virtual dihadapan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI yang diwakili oleh Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (OHARDA) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H.
Turut hadir mengikuti kegiatan ini, Kajari Batam I Ketut Kasna Dedi S.H., M.H., Kasi Pidum dan Jaksa Fungsional Kejari Batam.
Adapun expose perkara yang dilakukan melalui sarana virtual ini, Kejaksaan Negeri Batam mengajukan 1 (satu) perkara pidana yang dimohonkan untuk diterapkan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
Saat dikonfirmasi, Kasi Penkum Kejati Kepri Denny Anteng Prakoso, S.H., M.H., membenarkan expose perkara yang dilakukan secara virtual tersebut.
“Kejaksaan Negeri Batam mengajukan 1 (satu) perkara Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) atas nama Tersangka EDY SALIM Bin MIN KIUN dalam perkara Tindak Pidana Penggelapan melanggar Pasal 378 KUHP,” tegasnya.
Lebih lanjut, Denny menjelaskan bahwa permohonan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif Justice tersebut telah disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI.
Persetujuan tersebut telah memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Menurut ketentuan peraturan perUndang-Undangan dengan segera Kepala Kejaksaan Negeri Batam untuk segera memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang berdasarkan Keadilan Restoratif Justice sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum.
Kasi Penkum juga menambahkan bahwa Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau melakukan penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan, kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan.
Hal tersebut merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.
“Melalui kebijakan Restorative Justice ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan, meskipun demikian perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana, ”pungkas Denny. | Red.