
Chanelnusantara.com – Batam | Kejagung RI berhasil membongkar kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina Patra Niaga.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Kasus korupsi di Pertamina Patra Niaga ini menyeret sejumlah tersangka, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp.968,5 triliun.
Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang mempertanyakan kualitas BBM jenis Pertamax yang dinilai tidak sesuai dengan standar.
Atas laporan tersebut, Kejagung langsung melakukan investigasi lebih lanjut.
Dari pengamatan dan pengumpulan data, ditemukan adanya kenaikan harga Pertamax yang tidak wajar serta subsidi pemerintah yang seharusnya tidak perlu diberikan.
“Di beberapa daerah, masyarakat mengeluhkan kualitas Pertamax yang dinilai jelek. Ini menjadi titik awal pengungkapan kasus ini,” ujar Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung. Rabu (26/2/2025).
Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus mega korupsi ini, yakni:
- Riva Siahaan – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
- Sani Dinar Saifuddin – Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional
- Agus Purwono – Vice President Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional
- Yoki Firnandi – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
- Muhammad Keery Andrianto Riza – Beneficiary owner PT Navigator Khatulistiwa
- Dimas Werhaspati – Komisaris PT Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim
- Gading Ramadan Joede – Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa kasus ini berawal pada 2018 ketika pemerintah mencanangkan penggunaan minyak mentah dari produksi dalam negeri.
3 tersangka utama, Riva, Sani, dan Agus, justru mengondisikan pengadaan minyak mentah dengan impor. Mereka bersekongkol dengan broker seperti Riza, Dimas, dan Gading untuk mengatur harga minyak secara ilegal demi keuntungan pribadi.
Selain itu, Yoki Firnandi diduga melakukan mark up dalam kontrak pengiriman minyak impor, yang menyebabkan negara harus menanggung fee tambahan sebesar 13-15 persen.
Keuntungan dari mark up ini justru dinikmati oleh broker, termasuk Riza.
Akibat tindakan korupsi ini, harga BBM di pasaran mengalami kenaikan yang tidak wajar, sehingga pemerintah harus menanggung beban subsidi yang lebih besar.
Kasus ini semakin memperkuat urgensi pengawasan ketat terhadap tata kelola energi di Indonesia, mengingat besarnya dampak ekonomi yang ditimbulkan.
Kejagung berkomitmen untuk menindak tegas para pelaku dan mengembalikan kerugian negara yang sangat besar akibat skandal ini. | *