Chanelnusantara.com – Tanjungpinang | Kejati Kepri melaksanakan expose terhadap perkara pidana dihadapan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Dr. Asep Nana Mulyana, SH., MHum., melalui sarana virtual mengajukan 1 (satu) perkara pidana dengan 3 (tiga) orang Tersangka yang dimohonkan untuk diterapkan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, Senin (24/06/2024).
Kegiatan expose perkara pidana ini dipimpin Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Sufari, SH., MHum., didampingi Aspidum Bayu Pramesti, SH., MH., Kajari Bintan Andi Sasongko, SH., MHum., Kasi Oharda, Kasi Teroris dan Lintas Negara, Kasi Narkotika, Kasi TPUL Kejati Kepri dan Plh. Kasi Pidum beserta Jaksa Fungsional Kejari Bintan.
Saat dikonfirmasi, Kasi Penkum Kejati Kepri Denny Anteng Prakoso, SH., MH., menyampaikan bahwa Kejaksaan Negeri Bintan mengajukan 1 (satu) perkara Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) dengan 3 (tiga) orang.
Adapun tersangkanya yakni;
– Fajar Agusti Bin M. Sadri Saputra dalam perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP;
– Rangga Saputra Als Apek Bin Muhamad dalam perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP;
– Silvi Tiara Putri Binti Razali dalam perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dari permohonan pengajuan terhadap 1 (satu) perkara Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) dengan 3 (tiga) orang Tersangka atas nama Fajar Agusti Bin M. Sadri Saputra melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP.
Rangga Saputra Als Apek Bin Muhamad dan Silvi Tiara Putri Binti Razali melanggar Pasal 480 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayatt (1) ke-1 KUHP untuk dilakukan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif Justice.
Permohonan telah disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI dengan alasan dan pertimbangan menurut hukum terhadap pemberian Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang telah memenuhi syarat, sebagai berikut;
– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– Tersangka belum pernah dihukum;
– Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
– Ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun;
– Kesepakatan perdamaian dilaksanakan tanpa syarat dimana ke dua belah pihak sudah saling memaafkan dan Tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan;
– Pertimbangan Sosiologis;
– Masyarakat merespon positif Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Menurut ketentuan peraturan perUndang-Undangan dengan segera Kepala Kejaksaan Negeri Bintan untuk segera memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang berdasarkan Keadilan Restoratif Justice sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Kasi Penkum menambahkan bahwa Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau melakukan penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan, kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan.
Hal tersebut merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.
“Melalui kebijakan Restoratif Justice ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan, meskipun demikian perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana,” imbuh Denny. | Red.