
Dr. Vandarones Purba, ST., SH., MH
Oleh: Dr. Vandarones Purba, ST., SH., MH
Ketua Pemuda Katolik Komda Kepri/ Ketua Bidang ESDM dan BUMN Pengurus Pusat Pemuda Katolik
Chanelnusantara.com – Batam | Polemik Harga Eceran Tertinggi (HET) Gas LPG 3 kg bersubsidi berpolemik panjang, terakhir dibeberapa daerah di Pulau Jawa sempat terjadi kelangkaan dengan antrian yang menghawatirkan untuk mendapatkan gas subsidi ini.
Tidak sampai disitu, bahkan ada pengguna gas subsidi ini yang meninggal dunia saat antri untuk membeli gas incaran masyarakat miskin ini. Hal ini terjadi dikarenakan adanya surat dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi yang menyampaikan bahwa tidak lagi diperkenankan menyalurkan LPG tabung 3 kg kepada pengecer.
Penyaluran LPG tabung 3 kg hanya diperbolehkan melalui sub penyalur atau pangkalan resmi dari Agen/penyalur yang merupakan mitra pertamina.
Ketika hal ini ditindaklanjuti, maka terlihatlah secara nyata dan sangat berada di pusat pemerintahan republik ini bahwa begitu banyak pengecer atau bukan pangkalan resmi sehingga harga yang diterima masyarakat tidak sesuai dengan HET yang telah ditentukan pemerintah.
Menjadi pertanyaan besar, ada apa selama ini? Kembali lagi terhadap polemik HET, kenapa ada HET?, dikarenakan ada subsidi negara di dalamnya.
Apakah subsidi telah efektif saat ini, ya sangat efektif jika tepat sasaran. Namun yang mau saya sampaikan disini bukan tepat sasaran atau tidak, namun apa saja yang disubsidi dalam nilai barang tersebut.
Contohnya saja Gas LPG tabung 3 kg, yang disubsidi adalah harga tabungnya, namun biaya transportasinya tidak disubsidi.
Untuk yang wilayahnya satu daratan hal ini sangat efektif, bagaimana yang geografisnya kepulauan atau terpencil dan bahkan dalam satu pulau atau daerah tersebut tidak terdapat stasiun pengisian ulang (SPBE) tabung gas 3 kg, maka harga akan dipengaruhi oleh biaya transportasi yang tinggi, belum lagi yang multi moda atau bahkan dengan berkali kali mengalami mobilisasi.
Di Kabupaten Bintan Provinsi Kepri HET gas LPG tabung 3 kg sebesar Rp. 18.000,- akan tetapi di Kabupaten yang sama dikarenakan beda pulau yaitu Kecamatan Tambelan HET nya sebesar Rp. 32.000,- itu yang resmi. Pertanyaannya, apakah disana semuanya pangkalan resmi?, bagaimana jika ada pengecer maka harganya akan lebih tinggi lagi.
Demikian juga di Kabupaten Karimun yang merupakan kepulauan, SPBE berada di pulau yang merupakan pusat pemerintahan sehingga HET nya sama dengan kota Batam, namun bagaimana dengan yang berada di pulau – pulau diluar pulau Karimun besar yang jaraknya bervariasi dan jumlah penduduk yang berbeda.
Demikian juga di Kabupaten Selayar provinsi Sulawesi selatan dan Kabupaten Talaud di provinsi Sulawesi Utara, demikian juga daerah yang secara geografisnya kepulauan akan sama permasalahannya.
Sama halnya dengan minyak goreng merek Minyakita yang telah ditentukan pemerintah, apakah di daerah kepulauan dapat ditemukan dengan harga yang telah ditentukan sebesar Rp. 15.700,-/liter, pasti tidak ditemukan. Kembali lagi terkait biaya transportasi tinggi karena multi moda.
Masalah ini yang harus dicari benang merahnya sehingga pemerataan pembangunan dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat di seluruh pelosok tanah air tercinta, karena seluruh masyarakat memiliki hak sama. | Rls.